
Belakangan ini, saya sedang iseng mencoba sebuah chatbot psikologi berbasis AI yang dirancang untuk mendengarkan keluhan dan curhat. Tanpa sadar, saya mengetikkan hal-hal yang bahkan belum pernah saya sampaikan ke orang terdekat—tentang kegagalan, ketakutan, dan rasa tidak aman yang selama ini saya simpan.
Saya heran. Kenapa saya bisa begitu terbuka kepada “entitas digital” tanpa wajah, tanpa nama, tanpa sejarah?
Kejadian tersebut membuat saya jadi teringat Her, film yang dibintangi oleh Joaquin Phoenix. Di sana, tokoh utama jatuh cinta pada sistem operasi berbasis AI bernama Samantha. Bukan karena AI itu menyerupai manusia, tapi justru karena AI itu tidak menuntut seperti manusia. Samantha hadir, mendengarkan, dan tidak pernah menilai.
Dan saya mulai melihat hal yang serupa terjadi di lingkungan sekitar: beberapa kolega di kantor merasa lebih nyaman curhat ke chatbot daripada temannya. Consumer lebih ekspresif saat chat dengan AI daripada dengan CS manusia. Bahkan, anak remaja merasa lebih dimengerti oleh AI dibanding orang tuanya sendiri.
Online Disinhibition Effect: Ketika Dunia Digital Membuka Topeng Kita
Keterbukaan ini dikenal sebagai Online Disinhibition Effect, istilah yang dikembangkan oleh John Suler (2004). Ia menjelaskan bahwa orang cenderung merasa lebih bebas mengekspresikan diri secara online karena beberapa faktor: anonimitas, ketidakhadiran tatap muka, serta jarak psikologis yang membuat orang merasa “aman” untuk mengatakan apapun.
Efek ini tidak selalu positif. Di satu sisi, ia memungkinkan keterbukaan emosional seperti yang saya alami saat bicara dengan AI. Tapi di sisi lain, inilah juga yang menyebabkan banyak orang “lupa diri” di media sosial—lebih mudah marah, lebih kasar, atau justru terlalu jujur tanpa filter. Dunia online menciptakan ruang di mana batas-batas sosial yang biasanya menjaga perilaku kita bisa menguap begitu saja.
AI = Netral, Tidak Menghakimi, Selalu Siap Mendengar?
Dalam banyak kasus, AI justru menciptakan ruang yang terasa netral dan aman. Tidak ada risiko pertanyaan balik yang menyakitkan. Tidak ada nada suara yang mengintimidasi. Tidak ada tekanan untuk tampil sempurna.
Reeves & Nass dengan teorinya Media Equation (1996) menjelaskan bahwa manusia secara naluriah memperlakukan media dan mesin seperti mereka memperlakukan manusia. Kita tahu itu hanya layar dan sistem, tapi secara emosional, kita tetap memberikan reaksi manusiawi: kita tersenyum pada suara yang ramah, merasa nyaman saat “didengarkan,” dan bahkan merasa dihargai saat AI merespons dengan kalimat yang empatik.
Inilah kenapa kepercayaan bisa tumbuh dalam relasi antara manusia dan AI—bukan karena logika, tapi karena respons emosional yang menyerupai interaksi sosial sehari-hari.
Keterbukaan pada chatbot memang bisa terasa melegakan, tapi juga membawa pertanyaan:
- Apakah kita sedang mencari kenyamanan atau menghindari konfrontasi manusiawi?
- Apakah relasi kita dengan teknologi menggantikan ruang empati yang seharusnya dibangun antar manusia?
Karena seperti dalam Her, walau Samantha terdengar hangat dan cerdas, tetap ada batas yang tak bisa dilampaui oleh suara digital.
Saya percaya AI punya potensi besar sebagai pendamping percakapan. Tapi jangan sampai kita lupa: AI sebaik apa pun, tetaplah alat. Kita tetap butuh manusia untuk memeluk, memahami, dan merespons secara autentik.
💬 Renungan untuk kita semua: Pernahkah Anda merasa lebih terbuka saat bicara dengan AI daripada manusia? Apakah itu sebuah kemajuan peradaban… atau sinyal bahwa kita butuh lebih banyak ruang aman antar sesama?
#AI #CyberPsychology #SelfAwareness #MentalHealth #DigitalEmpathy #OnlineDisinhibition
*Artikel ini disusun dan disunting oleh manusia, dan diperlengkap dengan menggunakan AI.
Referensi bacaan
1. Teori Online Disinhibition Effect – John Suler (2004)
Judul: The Online Disinhibition Effect
Link: https://johnsuler.com/article_pdfs/online_dis_effect.pdf
2. Teori Media Equation – Byron Reeves & Clifford Nass (1996)
Judul: The Media Equation: How People Treat Computers, Television, and New Media Like Real People and Places
Link: https://web.stanford.edu/group/cslipublications/cslipublicationssite/1575860538.shtml